Bob S. Effendi: Nuklir lebih cepat pulih saat blackout

LOKADATA.COM – Kepala Perwakilan Thorcon Indonesia ini mengklaim nuklir bisa atasi tiga tantangan: mengurangi emisi karbon, melayani jutaan orang yang tak punya akses listrik, dan aman.

Ia memakai arloji Swatch dan sepatu adidas merah ngejreng, sesuatu yang terlihat sporti dan necis pagi itu. Tentu bukan merah sebagai simbol posisi politik. Ada filosofi di balik warna tersebut. “Merah itu simbol dari teknologi nuklir yang terus saya dorong penerapannya,” ujar Bob.

Nuklir memang menjadi titik balik kehidupan Bob. Enam tahun silam ia meninggalkan perusahaan minyak tempatnya bekerja. Ketika itu ia khawatir akan perubahan iklim dan menyesali perannya di industri yang ia geluti. 

Bob, seorang insinyur teknik komputer, kemudian mempelajari nuklir. Ia rajin menghadiri seminar-seminar di seluruh dunia dan akhirnya kepincut oleh gagasan mantan peneliti NASA (National Aeronautics and Space Administration) bernama Kirk Sorensen.

Konsep Sorensen adalah nuklir yang menggunakan elemen thorium (zat radioaktif) alih-alih uranium untuk memulai reaksi nuklir. Didasari itu, Bob percaya bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir ini jauh lebih aman dan lebih mudah untuk dikelola. 

“Saya optimis listrik tenaga nuklir bisa diterapkan di Indonesia,” ujar Kepala Perwakilan ThorCon Indonesia ini kepada Heru Triyono dan Wisnu Agung di kantornya di Gedung World Trade Center, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019). ThorCon adalah perusahaan perancang reaktor nuklir asal Amerika.

Mimpi Bob bisa jadi terealisasi. Pihaknya sudah bekerja sama dengan PT PAL Indonesia untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT). Rencananya pembangkit ini akan beroperasi pada 2026.

Dus. Soal listrik ini memang jadi sorotan baru-baru ini. Hampir tak ada hari berlalu tanpa pemberitaan tentang blackout (listrik padam total) yang terjadi Ahad kemarin. Hal ini juga menjadi perhatian Bob.

“Listrik Jawa-Bali sangat rentan yang dapat berdampak kepada kolapsnya perekonomian nasional,” katanya, di kesempatan berbeda, saat wawancara melalui aplikasi WhatsApp, Selasa (6/8/2019).

Selama hampir tiga jam, Bob menjelaskan dan menjawab apa yang membuat thorium lebih baik, investasi Rp17 triliun, blackout, dan konspirasi anti-nuklir yang membuatnya jengah. Berikut tanya jawabnya:

Bagaimana konkretnya rencana ThorCon mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Indonesia?
Kami akan investasi Rp17 triliun dan akan bangun PLTT berkapasitas 2×500 megawatt. Jadi satu unit itu 500 megawatt. 

Desain PLTT itu berada di tongkang dengan panjang 170 meter dan lebar 60 meter. Jadi, dapat ditempatkan di tengah laut dengan kedalaman kurang dari 10 meter.

Mekanisme teknologi PLTT menjadi tenaga listrik itu seperti apa?
Reaktor ThorCon ini dirancang untuk menghasilkan daya sebesar 500 megawatt electrical yang dihasilkan dari dua modul.

Bahan bakarnya terdiri dari larutan garam kimia NaF-BeF2-ThF4-UF4 yang beroperasi pada suhu sekitar 700°C. 

Oleh karena itu reaktor berbahan bakar ini dikenal dengan istilah reaktor bahan bakar garam cair atau molten salt reactor (MSR). 

Panas yang dihasilkan di dalam teras reaktor diangkut oleh MSR itu ke sistem penukar panas.

Kemudian, pada alat penukar panas diubah menjadi uap untuk kemudian diubah lagi jadi tenaga mekanik oleh turbin. 

Pada turbin, tenaga mekanik ini diubah menjadi tenaga listrik yang seterusnya masuk ke grid PLN melalui jaringan atau saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). 

Apakah limbahnya tidak mencemari laut dan berbahaya?
Untuk PLTT, ini bukan isu dan bisa dibilang aman. Karena disimpan dalam satu casingsilinder dari baja.

Beton luarnya pun tertutup rapat. Pada waktunya, limbah tersebut malah bisa dipakai lagi sebagai bahan bakar.

Bagaimana jika teknologi nuklir ini rusak. Ada kemungkinan kan bisa terjadi bencana seperti Chernobyl di Ukraina, reaktor nuklirnya meledak?
Kita harus bicara fakta dan data. Di Chernobyl itu desain reaktornya gak memenuhi standar keselamatan. 

Mereka bikin asal. Mulai dari desain dan segala macamnya. Bahkan, pelindung di atas PLTN-nya cuma dikasih seng. Bukan beton atau baja tebal.

Tapi tetap saja tragedi Chernobyl itu merenggut 4 ribuan nyawa. Pasti publik mengingat-ingat itu terus…
Coba lihat film HBO tentang Chernobyl. Katanya 1000 tahun enggak bisa dihuni. Faktanya sekarang tumbuh tanaman.

Tur wisata ke sana juga banyak dan binatang sudah berkeliaran. Bahkan ada bayi yang lahir pada saat kejadian dan sehat-sehat saja.

Bayi itu minum dari susu sapi yang hidup di sana. Pas dicek dan muncul beritanya, ternyata bayi itu enggak teracuni radiasi nuklir. 

Memang radiasi itu berbahaya. Tapi bahaya radiasi itu ada levelnya. Jangan terlalu berlebihan. 

Ada jaminan dari Anda soal keamanan itu?
Kami bisa menjamin. Karena kami sudah mengkaji dengan Kementerian ESDM dan berkonklusi bahwa kejadian di Fukushima dan Chernobyl bisa dicegah.

Oke. Tapi bagaimana Anda menjelaskan sejumlah pekerja di pabrik nuklir Fukushima tewas akibat kanker radiasi nuklir?
Begini. Level radiasi di pabrik nuklir Fukushima itu tidak lebih dari level radiasi di suatu daerah Australia yang bawahnya ada uranium. 

Sama seperti di Mamuju, Sulawesi. Di Mamuju itu background radiation-nya jauh di atas rata-rata dunia. Tapi masyarakatnya sehat. 

Menurut Anda kenapa tetap ada ketakutan dari masyarakat terhadap tenaga nuklir?
Itulah spin anti-nuklir dari media. Yang enggak paham akhirnya melintir-melintir informasi. Harusnya bukan tugas saya menjelaskan.

Itu tugas BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional). Kepentingan saya itu ya melakukan investasi PLTT di sini. 

Nilai investasi yang besar itu kenapa tidak disambut pemerintah. Selama ini, usaha Anda sejak tiga tahun lalu mentok di mana?
Saya akan bicara ke Pak Presiden mungkin setelah kajian ESDM selesai. Tapi sampai saat ini, Setkab menyambut baik. 

Selama 3,5 tahun kami ada, belum pernah dapat karpet merah. Padahal membangun tenaga nuklir itu bukan hal yang dilarang undang-undang dan negara.

Bukankah pembangunan PLTN selama ini terganjal regulasi yang belum memadai?
Tidak ada regulasi yang melarang. Bahkan, dalam UU No 17 Tahun 2007 mengamanatkan kalau tahun 2025 itu PLTN sudah beroperasi di Indonesia. 

Memang ada klausul opsi terakhir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang KEN (Kebijakan Energi Nasional). 

Tapi di PP tersebut tak ada larangan. Intinya bila sudah dilakukan kajian menyeluruh dan ada kebutuhan mendesak, maka PLTN dapat dibangun.

Sayangnya, narasi yang beredar saat ini seolah-olah dilarang.

Anda melihat ada unsur politis dalam penerapan tenaga nuklir ini?
Enggak usah bicara nuklir. Teknologi apapun akan menjadi disrupt ketika lebih efektif dari teknologi sebelumnya. 

Pasti ada unsur itu. Contoh Gojek. Itu kan diprotes awalnya. Tapi pada akhirnya semua pakai. Saya rasa kebutuhan PLTT ini sudah mendesak.

Kalau kerja sama dengan PT PAL sudah sampai tahap apa?
Awalnya kami akan bangun dulu test bed platform. Ini adalah fasilitas uji, testing dan lainnya. 

Tes ini memakai skala yang lebih kecil dari nuklir. Tahapan ini menguji sistem keselamatan, termohidrolik dan memvalidasi desainnya. 

Kami akan simulasikan kejadian Fukushima secara parsial. Tahapan ini juga akan diuji oleh Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).

Bila lolos, baru memulai membangun PLTT-nya pada 2023. Test bed ini akan kami buat pada 2020 akhir. Ini yang sedang dikaji PT PAL yang sudah kami tandatangani baru-baru ini.

Apa-apa saja yang dikaji oleh PT PAL?
Ada dua hal. Bagaimana soal membangun reaktor dan apakah mereka memiliki kemampuan dari sisi alat yang mereka punya.

Di akhir tahun ini, PT PAL akan memberikan penawaran kepada kami. Bila mereka mampu dan pemerintah memberi jaminan, maka program ini bisa lanjut sampai selesai.

Di mana rencana pengembangan PLTT-nya?
Yang sedang dikaji Kementerian ESDM itu adalah Kalbar, Riau, dan Bangka Belitung. 

Misalnya soal penerimaan masyarakat, dukungan pemerintah, dan infrastruktur kelistrikannya.

Kalau dukungan politik, masyarakat Kalbar dan pemerintahnya yang paling antusias. Di Riau, penerimaan masyarakat dan dukungan politiknya belum jelas. 

Pertanyaan selanjutnya, mengapa PLTT harus diterapkan di Indonesia, apa urgensinya?
Ya karena pasar dan tentunya kebutuhan energi listrik yang mendesak. Indonesia itu memiliki 260 juta penduduk.

Ini akan jadi pasar yang luar biasa. Masa Indonesia belum juga memiliki PLTN. Dengan nuklir, jutaan orang yang tak punya akses listrik, jadi bisa dilayani. Ini kan bagus.

Dari lima negara besar, yaitu Cina, Amerika Serikat, Rusia, India, Indonesia itu satu-satunya yang belum Nuklir.

\”Yang nyata adalah sistem kelistrikan Jawa-Bali itu sangat rentan dan dapat berdampak kepada kolapsnya perekonomian nasional.\”

Lalu. Kenapa harus PLTT yang dikembangkan?
Karena teknologi ini bisa mengurangi emisi karbon–terkait isu perubahan iklim yang terjadi.

Hampir 50 persen ekonomi dunia digerakkan PLTU batu bara. Kalau itu terus berlangsung, target-target climate change tidak akan tercapai.

Nuklir adalah satu-satunya pembangkit listrik yang tidak memiliki emisi–yang dapat menggantikan batu bara.

Rasanya, masa depan peradaban dunia tidak mungkin terwujud tanpa melibatkan nuklir.

Ada kekhawatiran sejumlah pihak soal tenaga nuklir ini karena Indonesia berada di lingkungan cincin api Pasifik…
Begini. Korea atau Jepang itu lebih rentan gempa dibanding Indonesia. Di Indonesia itu banyak daerah, di Kalimantan misalnya, yang sama sekali enggak ada gempa. 

Sumatra bagian Palembang ke atas itu juga enggak rentan gempa. Makanya kita harus bicara fakta dan data.

Dan sudah pasti kalau bangun PLTN, ya jangan dibangun sebelah gunung api gitu. Lagi pula, desain ThorCon itu reaktornya digantung dan dalam keadaan cair. 

Sehingga tetap bisa diterapkan meski di wilayah gempa sekalipun.

Negara mana saja yang sudah menerapkan PLTT buatan ThorCon ini?
Belum. Kita baru coba pertama ini di Indonesia. Ini peluang bagi Indonesia. 

Kalau belum diterapkan di mana-mana, bagaimana masyarakat dan pemerintah mau percaya?
Kan akan ada testing dulu. Risiko finansial pun enggak ada dari pemerintah. Karena ini enggak ambil dari APBN. 

Kita kaji sistem keselamatannya. Setelah lolos uji itu, baru kita bangun keseluruhannya. Ini bukan pekerjaan main-main.

Apakah di Amerika sana ThorCon sudah menerapkan teknologi PLTT ini dan mengkaji keselamatannya?
Kami membangun ini berdasarkan desain yang sudah dibangun di Amerika, tentunya. Desain itu dari tahun 65-69 yang dibangun dengan kapasitas 7 megawatt. 

Pertanyaan ini selalu muncul. Tapi kami sudah bersama Bapeten yang mengkaji soal lisensi dan sistemnya. 

Ya, desain Thorcon ini seperti android ketika zamannya Nokia dan BlackBerry berjaya. Sekarang lihat? Siapa yang berjaya? 

Android kan, yang dulunya belum dikenal dan tidak diketahui banyak orang.

Anda optimistis PLTT bisa diterapkan di Indonesia?
Optimis. Kenapa? Pemerintah itu butuh investasi. Kedua, enggak ada solusi lain dari kebutuhan mendesak energi tanpa melibatkan nuklir. 

Persoalan apa yang Anda lihat terkait kejadian blackout akhir pekan lalu?
Yang nyata adalah sistem kelistrikan Jawa-Bali itu sangat rentan dan dapat berdampak kepada kolapsnya perekonomian nasional.

Apa pokok permasalahannya menurut Anda?
Adanya ketidakseimbangan beban versus lokasi pembangkit. Empat puluh persen sampai 50 persen beban Pulau Jawa itu ada di bagian barat. 

Beban itu dipasok oleh pembangkit yang 60 persennya berada di 900 kilo meter bagian timur Jawa—melalui transmisi 500 kilovolt yang sudah overload.

Inilah pokok permasalahannya. Bukan pohon sengon. Jarak yang begitu jauh menimbulkan berbagai permasalahan. Ditambah dengan beban 500 kilovolt yang sudah overload.

Blackout bisa makan waktu yang lama juga jika memakai PLTT atau nuklir?
Nuklir sih lebih cepat pulih saat blackout. Nuklir yang saya maksud di sini adalah PLTT ThorCon yang sudah didesain antisipasi blackout

Sehingga, dalam waktu cepat dapat naik kembali dibanding pembangkit lain seperti pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

Btw kenapa PLTT harus dibangun di atas laut, apakah untuk menghindari gempa juga?
Sebenarnya bukan floating (mengambang). Tapi ditaruh di dasar laut, bisa pada kedalaman 10 meter.

Alasan di laut karena masalah lahan di Indonesia. Ya, kalau kami bangun di darat, komponen konstruksi sipilnya juga akan lebih besar. 

Semua konstruksinya termasuk tongkangnya akan dibangun di Indonesia?
Kapal tongkang akan dibuat di Daewoo Shipyard & Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. DSME itu galangan kapal besar.

PT PAL sudah kerja sama dengan DSME bikin kapal selam. Hitungannya, pembangunan PLTT itu, mulai dari order sampai pengujian, sekitar dua tahun.

RELATED POST